Head

Sabtu, 21 Januari 2017

Lilin Dalam Gelas



Dahulu, aku pernah memiliki sebuah lilin berwarna putih, pemberian seorang teman. Entah kebetulan atau apa, lilin yang ia berikan padaku merupakan sebuah lilin yang sebenarnya dari dulu aku dambakan. Aku sendiri tidak terlalu paham, kenapa aku begitu menyukai lilin. Yang pasti, lilin mampu menerangi kamarku kala gelap, itupun jika lilin itu dinyalakan. Namun, jika aku tak menyalakan lilin itu, bentuknya tetap masih terlihat indah. Lilin itu aku letakkan di dalam sebuah gelas kosong yang tanpa sengaja aku temukan di belakang lemari. Memang, gelas itu sudah agak kotor karena debu, tapi setelah aku cuci, gelas itu sungguh bersih. Aku sengaja meletakkan lilin dalam gelas itu di sudut kamarku yang paling gelap, kemudian aku nyalakan lilin itu.

Aku tak bisa mengingat tepatnya kapan, yang pasti, sampai hari ini lilin itu masih menyala sejak pertama kali temanku memberikannya. Satu hal yang paling aku suka dari lilin dalam gelas itu; ketika lilin itu meleleh, ia selalu mengisi kekosongan dalam gelas. Aku senang melihat bagaimana lelehan lilin itu berusaha mengisi tiap-tiap celah dalam gelas, sehingga gelas itu selalu terlihat penuh, dan pastinya sudut paling gelap di kamarku memiliki cahayanya sendiri.

Aku rasa sudah hitungan tahun, lilin dalam gelas itu terus menyala di sudut kamarku; menerangi celah-celah yang dulu aku tak bisa mengira apa isinya, serta membawaku ke dalam sebuah petualangan baru. Sebuah petualangan yang bahkan akupun tak mengira akan sangat menyenangkan. Petualangan yang mengharuskan aku tak menjadi siapa-siapa. Menyenangkan, kan?

Dalam petualangan itu, aku menjadi Aku, sosok yang biasa saja tanpa kekuatan atau keahlian tertentu. Aku bukan seorang ahli pedang, penyihir, pemanah, apalagi seorang penyembuh; ia hanya seorang manusia pada umumnya. Di tengah perjalanan, Aku bertemu dengan beberapa orang yang kemudian menyertai Aku dalam perjalanannya. Tujuan dari perjalanan Aku? Entahlah, aku sendiri kurang begitu paham. Orang-orang yang ditemui Aku dalam perjalanan, di antaranya adalah seorang ahli pedang, penyihir, pemanah, juga seorang penyembuh. Aku terlihat begitu senang karena ia bisa bertemu dengan orang-orang yang tanpa segan menceritakan pengalaman mereka dalam petualangan mereka sendiri.

Namun, kini cahaya lilin dalam gelas di sudut kamarku itu mulai redup. Lelehan lilin di dalam gelas sudah penuh, hingga seperti membentuk lilin baru, hanya saja cahaya dan bentuknya sudah tidak seindah yang aku ingat. Mungkin karena aku jarang memerhatikan lilin itu, atau mungkin karena aku kurang memelihara cahayanya, atau mungkin karena kecerobohanku yang membiarkan lilin itu berkobar hebat akibat aku yang terlalu sering melemparkan kertas-kertas ke atas apinya. Entahlah, aku sendiri tak mampu menerka mana yang sebenarnya menjadi penyebab lilin dalam gelas di sudut kamarku itu meredup. Aku bahkan tak tahu sampai kapan cahaya itu akan terus bertahan. Namun, jika suatu saat cahaya itu padam, aku akan berhadapan dengan dilema.

Apakah aku hanya perlu menyalakan kembali lilin itu, atau cukup mencari lilin baru?

*Gambar dari Google Image

Written by: